Senin, 04 Januari 2016

Studi Kasus Asuhan Keperawatan Asma Bronkhial




 
BAB I                                                                                           PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
          Menurut The American Thoraric Society, (1962) Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008). Jalan napas memiliki otot polos hipertrofi yang berkontraksi selama serangan, menyebabkan bronkokonsrtiksi. Di samping itu, terdapat hipertrofi kelenjar mukosa, edema dinding bronkial, dan infiltrasi ekstensif oleh eosinofil dan limfosit. Mukus bertambah jumlahnya dan abnormal menjadi kental, kenyal, dan bergerak lambat. Pada kasus yang berat, banyak jalan napas yang tersumbat oleh sumbatan mukus, mungkin sebagian dibatukan dalam sputum. Sputum tersebut khasnya sedikit dan putih (West, 2010). Berdasarkan wawancara kepada perawat Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk pada tanggal 15 Juli 2013 pukul 12.55 WIB, perawat tersebut mengatakan bahwa sebagian besar pasien asma mengalami masalah keperawatan bersihan jalan napas.
1
 
WHO memperkirakan bahwa 235 juta orang saat ini menderita asma. (WHO, 2012). Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalens asma sebesar 7,7%, dengan rincian laki-kali 9,2% dan perempuan 6,6%. Di Bandung, studi pada 381 mahasiswa kedokteran, Soemantri dan Dahlan (1989) mendapatkan prevalens asma 6,6%. Sedangkan Datau dkk. melakukan penelitian pada 153 mahasiswa di Manado dan mendapatkan prevalens asma sebesar 6.5% (Jurnal Respirologi Indonesia, 2011). Untuk wilayah kabupaten Nganjuk sendiri tahun 2009 terjadi sebanyak 169 kasus, tahun 2010 terjadi 213 kasus, tahun 2011 terjadi 199 kasus, dan 2012 terjadi 59 kasus (RSUD Nganjuk, 2013). Dan di Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk selama tiga bulan terakhir pada bulan April terjadi 6 kasus, Mei terjadi 7 kasus, Juni terjadi 0 kasus (Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk, 2013)
Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostatglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mukus yang sangat banyak (Smeltzer dan Bare, 2002). Mukosa dan dinding bronkhus pada klien dengan asma akan terjadi edema. Terjadinya infiltrasi pada sel radang terutama eosinofil dan terlepasnya sel silia menyebabkan adanya getaran silia dan mukus di atasnya. Hal ini membuat salah satu daya pertahanan saluran pernapasan menjadi tidak berfungsi lagi. Pada klien dengan asma bronkhial juga ditemukan adanya penyumbatan saluran pernapasan oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus (Muttaqin, 2008)  Masalah Keperawatan yang muncul pada kasus Asma bronkhial antara lain bersihan jalan napas tidak efektif, kerusakan pertukaran gas, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Somantri, 2012). Merujuk dari sumber di atas maka pada asma bronkhial dapat diangkat diagnosa keperawatan salah satunya adalah bersihan jalan napas tidak efektif / obstruksi jalan napas, Menurut Hidayat (2006), obstruksi jalan napas(bersihan jalan napas) merupakan kondisi pernapasan yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif karena penyakit persarafan seperti cerebro vascular accident(CVA), efek pengobatan sedatif, dll.
Penatalaksanaan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu pengobatan non-farmakologi(keperawatan) dan farmakologi(medis). Secara non-farmakologi antara lain : penyuluhan, menghindari faktor pencetus, fibrasi dada. Sedangkan secara farmakologi antara lain memberikan therapy agonis beta , metilxantin, kortikosteroid, kromolin dan iprutropioum bromide (atroven). (Muttaqin, 2008)





B. Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada Ny. C (usia 29 tahun) dengan bersihan jalan napas tidak efektif pada asma bronkhial di ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk secara komperhensif dengan proses keperawatan.
2.    Tujuan Khusus
a.    Mampu melakukan pengkajian pada Ny. C (usia 29 tahun) dengan asma bronkhial di ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk.
b.    Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. C (usia 29 tahun) dengan asma bronkhial di ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk.
c.    Mampu menyusun rencana keperawatan pada Ny. C (usia 29 tahun) dengan asma bronkhial di ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk.
d.   Mampu melakukan tindakan keperawatan pada Ny. C (usia 29 tahun) dengan asma bronkhial di ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk.
e.    Mampu melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan pada Ny. C (usia 29 tahun) dengan asma bronkhial  di ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk. 

C. Pengumpulan Data
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif yang berbentuk studi kasus dengan teknik pengumpulan data:

1.    Wawancara (Anamnesa)
Wawancara adalah menanyakan atau tanya jawab yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan. Dalam wawancara, perawat mengajak klien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaanya, yang diistilahkan teknik komunikasi terapeutik (Setiadi, 2012).
2.    Observasi
Observasi adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien (Setiadi, 2012).
3.    Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik (physical examination) dalam pengkajian keperawatan dipergunakan untuk memperoleh data objektif dari klien. Tujuan dari pemeriksaan fisik ini adalah untuk menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah kesehatan, dan memperoleh data dasar guna menyusun rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2011)
4.    Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium
Pentingnya arti bagi perawat untuk menelaah hasil pemeriksaan ini untuk memastikan perubahan yang teridentifikasi dalam riwayat kesehatan keperawatan dan pemeriksaan fisik, hasil ini mencangkup informasi nilai dasar tentang respon terhadap penyakit dan informasi tentang efek tindakan pengobatan nantinya. Data laboratorium dapat membantu untuk mengidentifikasi masalah keperawatan kesehatan aktual atau potensial yang sebelumnya tidak diketahui oleh klien atau pemeriksa (Potter & Peery, 2005).
5.    Studi kepustakaan               
Untuk memperoleh data dasar klien yang komprehensif, perawat dapat membaca literatur yang berhubungan dengan masalah klien. Membaca literatur sangat membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar dan tepat (Nursalam, 2011).
6.    Studi dokumentasi
Cara lain untuk memperoleh data dan responden adalah menggunakan teknik dokumentasi. Pada teknik ini, peneliti memperoleh informasi (data) dari berbagai sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat di mana responden bertempat tinggal atau melakukan kegiatan sehari - harinya (Arifin, 2009).

D. Sistematika Penulisan Studi Kasus
1.    Bab I            : Pendahuluan
     Pendahuluan adalah bab pertama dari studi kasus yang berisi tentang masalah, skala, kronologis, dan solusi penyakit Asma bronkhial. Dalam studi kasus ini pendahuluan terdiri dari :
a.    Latar belakang
Kesenjangan antara harapan dan kenyataan (Bahdin, 2010).
b.    Rumusan masalah merupakan upaya tersurat yang hendak dicarikan jawabannya (Bahdin, 2010).
c.    Tujuan Penulisan
Sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian (Bahdin, 2010).
d.   Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah langkah - langkah yang ditempuh dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data (Bahdin, 2010).
e.     Sistematika penulisan
Berisi tata cara atau aturan yang harus diikuti dalam penulisan karya tulis ilmiah (Bahdin, 2010).
2.    Bab II : Konsep Dasar
a.       Konsep dasar asma bronkhial berisi  (Pengertian, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, pelaksanaan, pathway/WOC),
b.      Konsep dasar manajemen asuhan keperawatan berisi:
1)    Konsep dasar  oksigenasi berisi pengertian oksigenasi, patofisiologi oksigenasi, dan pathway/WOC oksigenasi.
2)   Konsep dasar asuhan keperawatan berisi pengkajian data dasar, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
3.    Bab III  : Tinjauan Kasus
Data yang terkumpul pada bab ini antara lain:
Pengkajian meliputi (identitas klien, riwayat kesehatan klien, pemeriksaan fisik, pola fungsional, data fokus, data penunjang, analisa data), diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

4.    Bab IV  : Pembahasan
Adalah kemampuan penulis di dalam mengupas, mengamati dan memberikan solusi dengan alasan-alasan ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Pada bab ini penulis berorientasi pada problem solving dengan argumentasi ilmiah.
5.    Bab V: Penutup
     Penulisan pada bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi, sedangkan rekomendasi lebih menekankan pada usulan yang sifatnya operasional atau aplikatif. Dimana Bab ini terdiri dari : kesimpulan dan saran.














BAB II
KONSEP DASAR
A.  Konsep Dasar Asma Bronkhial
1.    Pengertian
Menurut The American Thoraric Society, 1962 Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008). Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruksi intermitten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas (Prasetyo, 2010). Adapun pernyataan lain menjelaskan bahwa Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2002)
          a.  Klasifikasi Asma bronkhial

 
          Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3:
1)      Ekstrinsik (Alergik)
9
 
 Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.    Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3) Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.  (Tanjung, 2003)
2. Etiologi  (Somantri, 2012)
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena hiperreaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-imunologi. Oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi dan sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Alergen utama, seperti debu rumah spora jamur, dan tepung sari rerumputan.
b.      Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan.
c.       Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus. Virus influenza (Sundaru, 1991) Dikutip dari (Muttaqin, 2008).
d.      Lingkungan kerja. Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2 - 15%  klien dengan asma bronkhial (Sundaru,1991) Dikutip dari (Muttaqin, 2008)
3. Patofisiologi (Somantri, 2012)
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat airbone dan agar dapat menginduksi keadaan sensitifitas, alergen tersubut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitifitasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan respon yang sangat baik, sehingga sejumlah kecil alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas. Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun keadaan ini dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asma progresif. Klien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-inflamasi non-steroid lain.
Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin. Antagonis beta-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan napas pada klien asma, sama halnya dengan klien lain, dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan napas dan hal tersebut harus dihindarkan. Obat sulfat seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas digunakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstrusi jalan napas akut pada klien yang sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, kerang, dan anggur.
Pencetus-pencetus serangan di atas ditambah pencetus lainnya dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi. Reaksi antigen-antibodi ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamin, bradikinin, dan anafilatosin. Hasil dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus.
4. Gambaran Klinis  (Smetlzer & Bare, 2002)
a.    Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea, dan mengi.
b.    Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.
c.    Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laborus.
d.   Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.
e.    Sputum yang terdiri atas sedikit mukus mengandung masa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah payah
f.      Sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat dan gejala-gejala retensi karbon dioksida, termasuk berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi
5. Penatalaksanaan (Muttaqin, 2008)
a.       Penatalaksanaan non-farmakologi
1)      Penyuluhan : Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
2)      Menghindari faktor pencetus : Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
3)      Fisioterapi : Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
b.      Penatalaksanaan farmakologi
1)      Agonis beta : Metaproterenol (alupent , metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3 - 4 x semprot, dan jarak semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
2)      Metilxantin : Dosis dewasa diberikan 125 - 200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3)      Kortikosteroid : Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid dalam jangka yang lama harus diawasi dengan ketat.
4)      Kromolin dan iprutropioum bromide (atroven) : Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis iprutropioum bromide diberikan 1- 2 kapsul 4 x sehari (Kee dan Hayes,1994) Dikutip dari (Muttaqin, 2008)

 





B. Manajemen Asuhan Keperawatan
1.    Konsep Dasar Oksigenasi (Hidayat,AAA & Uliyah,M, 2012)
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya dan untuk aktifitas berbagai organ atau sel. Dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tersebut diatur oleh sistem atau organ tubuh, diantaranya saluran pernapasan bagian atas, bawah dan paru.
Saluran pernapasan bagian atas terdiri dari hidung, faring, laring, dan epiglotis, yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup.
Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan. Saluran ini terdiri atas trakea, bronkus, dan bronkiolus.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri dari dua bagian (paru kanan dan kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut dan bagian puncak disebut apex. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastik, berpori, dan memiliki fungsi sebagai pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.
a.       Proses Oksigenasi
Dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi di dalam tubuh terdapat tiga tahapan yakni ventilasi, difusi, dan transportasi.
1)      Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam aveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Dalam proses ventilasi ini terdapat beberapa hal yang mempengaruhinya diantaranya perbedaan tekanan atmosfer dengan paru, kemampuan thorak dan paru, jalan napas, reflek batuk dan muntah, peran mukus ciliaris.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience dan recoil. Complience yaitu kemampuan paru untuk berkembang yang dapat dipengaruhi oleh faktor diantaranya adanya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan, adanya sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan thorak. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli, dan disekresi saat pasien menarik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi recoil terganggu maka CO2 tidak dapat keluar secara maksimal.
Kemudian pada pusat pernapasan yaitu medulla oblongata dan pons juga dapat mempengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan merangsang pusat pernapasan, peningkatan CO2 dalam batas 60 mmhg dapat dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila PCO2 kurang dari sama dengan 80 mmhg maka dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2)      Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan CO2 kapiler dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya diantaranya, pertama luasnya permukaan, kedua, tebal membran respirasi / permeabilitas yang terdiri dari epitel alveoli dan interstitial keduanya ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan, ketiga perbedaan tekanan dan konsentrasi O2, hal ini dapat terjadi seperti O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi) dalam PCO2 dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli, keempat afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.
3)      Transportasi gas
Merupakan transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi O2 akan berikatan dengan Hb membentuk Oxyhemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%). Kemudian pada transportasi CO2 akan berukatan dengan Hb membentuk carbominohemoglobine (30%),  dan larut dengan plasma (5%), kemudian sebagian besar HCO3 berada pada darah (65%).
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pertama cardiac output yang dapat dinilai melalui isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung. Pada isi sekuncup ditentukan oleh kemampuan otot jantung untuk berkontraksi dan volume cairan, dan frekuensi denyut jantung dapat ditentukan oleh keadaan seperti over load atau beban yang dimiliki pada akhir diastol, pre load atau jumlah cairan pada akhir diastol natrium berperan dalam menentukan besarnya potensial aksi, calsium berperan dalam kekuatan kontraksi dan relaksasi kemudian faktor lain dalam menentukan proses transportasi adalah kondisi pembuluh darah, exercise, hematocryt (perbandingan antara sel darah dengan darah secara keseluruhan atau HCT/PVC) dan Crytrocit dan Hb.
b.      Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi
Dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya saraf otonomik, hormonal dan obat-obatan, alergi saluran napas, perkembangan, lingkungan dan perilaku.
Pada saraf otonomik, rangsangan simpatis dan parasimpatis dapat mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat terlihat baik simpatis maupun parasimpatis ketika terjadi rangsangan ujung saraf dapat mengeluarkan neuotransmiter (untuk simpatis dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada brochodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan acetylcolin yang berpengaruh pada bronchokonstriksi) karena pada saluran pernapasan terdapat adrenergic reseptor dan cholinergic reseptor.
Obat-obatan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seperti obat golongan parasympathic dapat melebarkan tractus respiratorius, diantaranya sulfas atropin, extr. belladona dan obat-obatan yang menghambat adrenergic tipe beta (khususnya beta – 2) dapat mempersempit tractus respiratorius. (broncho constriksi), seperti obat-obatan yang tergolong beta blocker non selektif.
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi, ketinggian maupun suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan adaptasi.
Perilaku yang dimaksud disini adalah perilaku mengkonsumsi makanan, seperti orang obesitas dapat mempengaruhi pengembangan paru, selain itu oerilaku merokok juga dapat menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh darah dan lain-lain.


c.       Jenis Pernapasan
Dalam proses pernapasan kita dapat mengenal dua jenis, yaitu pernapasan eksternal dan internal. Pernapasan eksternal (external respiration) merupakan proses terjadinya masuknya O2 dalam pengeluaran CO2 dari tubuh yang sering disebut sebagai pernapasan biasa. Proses pernapasan ini dimulai dengan masuknya oksigen melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan kemudian oksigen akan menembus membran kemudian diikat oleh haemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Setelah itu dipompa oleh arteri ke seluruh tubuh, dan darah meninggalkan paru dengan tekanan oksigen 100 mmhg. Karbondioksida sebagai hasil buangan metabolisme menembus membran alveolar kapiler yakni dari kapiler darah ke alveoli dan melalui pipa bronchial, trakhea dikeluarkan melalui hidung atau mulut.
Pernapasan internal (internal respiration) merupakan proses terjadinya pertukaran gas antar sel jaringan dengan cairan sekitarnya yang sering melibatkan proses metabolisme tubuh, atau juga dapat dikatakan bahwa proses pernapasan ini diawali dengan darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya kemudian mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler dan bergerak sangat lambat.  Sel jaringan mengambil oksigen dari hemoglobin dan darah menerima sebagai gantinya, sisa buangannya adalah karbondioksida.

d.      Pengukuran Fungsi Paru
Untuk menilai kemampuan faal paru dapat dinilai dari volum dan kapasitas paru. Volum paru merupakan volum udara yang mengisi ruangan udara dalam paru yang terdiri dari tidal volume (TV), inspiratory reserve volume (IRV), expiratory reserve volume (ERV), residual volume (RV), sedangkan kapasitas paru merupakan suatu jumlah dua atau lebih dari volum paru yang terdiri dari inspiratory capacity (IC), fungtional reserve capacity (FRC), kapasitas vital (KV), dan total lung capacity (TLC), tidal volume atau volum pasang surut merupakan jumlah udara keluar masuk paru pada saat bernapas biasa. Pada orang sehat besarnya tidal volum ini adalah rata-rata 500cc. Inspiratory reserve volume atau volum cadangan hisap merupakan jumlah udara yang masih bisa kita hisap secara maksimal setelah kita menghisap udara pada pernapasan biasa. Pada orang dewasa volume cadangan hembus merupakan jumlah udara yang masih bisa kita keluarkan secara maksimal setelah kita menghembuskan udara pada pernapasan biasa. Pada orang dewasa dapat mencapai 1100 cc. Residual volume atau volume sisa merupakan jumlah udara yang masih tertinggal di dalam paru meskipun kita telah menghembuskan nafas secara maksimal. Pada orang dewasa besarnya adalah rata-rata 1200 cc.
Inspiratory capacity atau kapasitas hisapmerupakan jumlah dari tidal volume dan inspiratory reserve volume. Fungsional reserve capacity merupakan jumlah dari expiratory reserve volume, tidal volume dan inspiratory reserve volume. Total lung capacity merupakan jumlah keseluruhan volume udara yang ada di dalam paru, meliputi tidal volume, inspiratory reserve volume, expiratory reserve volume dan residual volume.
e.       Gangguan / Masalah Kebutuhan Oksigenasi
Dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi terdapat beberapa masalah yang sering ditemukan diantaranya hipoksia, perubahan pola pernapasan, bersihan jalan napas (obstruksi jalan napas) dan gangguan pertukaran gas.
1)      Hipoksia merupakan kondisi kurangnya kebutuhan oksigen dalam tubuh atau tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen dalam tingkat sel, seperti terjadi kebiruan (sianosis).
2)      Perubahan pola pernapasan yang meliputi tachypnea, hiperventilasi, hipoventilasi, kumaul, dyspnea, orthopnea, cheyne stokes, paradoksial, biot, stridor.
3)      Tachypnea merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi melebihi 24 jam kali per menit.
4)      Bradypnea merupakan pola pernapasan dengan ditandai pola lambat dan kurang lebih 10 kali permenit.
5)      Hiperventilasi merupakan cara tubuhdalam mengkompensasi peningkatan jumlah oksigen dalam paru agar pernapsan lebih cepat dan dalam. Proses ini ditandai adanya peningkatan denut nadi, nafas pendek, adanya nyeri dada, menurunnya konsentrasi dan lain-lain.
6)      Hipokapnea yaitu berkurangnya CO2 tubuh dibawah batas normal, sehingga rangsangan terhadap pusat pernapasan menurun akibat hiperventilasi.
7)      Kusmaul merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat ditemukan pada orang keadaan asidosis metabolik.
8)      Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar, serta tidak cukupnya dalam penggunaan oksigen dengan ditandai adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi atau ketidakseimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektasis, otot-otot pernapasan lumpuh, depresi pusat pernapasan, tahanan jalan udara pernapasan meningkat, tahanan jaringan paru dan thorax menurun, compliance paru dan thorax menurun.
9)      Hiperkapnea yaitu retensi CO2 dalam tubuh sehingga PCO2 meningkat (akibat hipoventilasi) akhirya menyebabkan deperesi sususnan saraf pusat.
10)  Dyspnea merupakan perasaan sesak dan berat saat pernapasan. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah/jaringan, kerja berat /berlebihan dan pengaruh psikis.
11)  Orthopnea merupakan kesulitan bernapas kecuali dalm posisi duduk atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif paru.
12)  Cheyne stokes merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik kemudian menurun dan berrhenti dan mulai dari siklus baru.
13)  Pernapasan paradoksial merupakan pernapasan dengan ditandai adanya dinding paru bergerak berlawanan arah dari keadaan noramal, yang sering ditemukan pada keadaan atelektasis.
14)  Biot merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes akan tetapi amplitudonya tidak teratur.
15)  Stridor merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluaran pernapasan.
16)  Obstruksi jalan napas (bersihan jalan napas) merupakan suatu kondisi individu mengalami ancaman pada kondisi pernapasannya yang berkenaan dengan ketidakmampuan batuk secara efektif, yang dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, stasis sekresi dan batuk tidak efektif karena penyakit persarafan seperti CVA, akibat efek pengobatan sedatif, dan lain-lain. Bersihan jalan napas ditandai dengan batik tidak efektif atau tidak ada, tidak mampu mengeluarkan sekresi di jalan napas, suara napas menunjukkan adanya sumbatan, dan jumlah, irama, kedalaman pernapasan tidak normal.
17)  Pertukaran gas merupakan suatu kondisi individu mengalami penurunan gas baik oksigen maupun karbondioksida antara alveoli paru dan sistem vaskuler, yang dapat disebabkan sekresi yang kental atau imobilasasi akibat penyakit saraf, depresi susunan saraf pusat, atau penyakit peradangan pada paru. Ganggan pertukaran gas ditandai dengan dyspnea pada usaha napas, napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang, agitasi, lelah, letargi, meningkatnya tekanan tahanan paru, menurunnya saturasi, meningkatnya PCO2 dan sianosis.
2.      Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1)        Fokus Identitas
Asma terjadi pada semua golongan usia, sekitar setengah dari kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun (Smeltzer & Bare, 2002).
2)        Keluhan Utama
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya keluhan sulit untuk bernapas. (Muttaqin, 2008)
3)        Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
                   Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkhus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi(wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara napas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernapasan meningkat karena asfiksia. (Muttaqin, 2008)
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali. (Muttaqin, 2008)
4)        Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang mencurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma. (Muttaqin, 2008)
5)        Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut Hood Alsagaf, (1993) pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. (Muttaqin, 2008)
6)        Pengkajian Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapat pada klien dengan asma bronkhial. Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga.
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tidak dapat menjalankan peranan seperti semula. (Muttaqin, 2008)



a)        Pola Resepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan serangan asma.
b)        Pola Hubungan dan Peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di lingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami serangan asma.
c)        Pola Persepsi dan Konsep Diri
Gejala dikaji persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.
d)       Pola Penanggulangan Stres
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh stres terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor.


e)        Pola Sensorik dan Kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan memengaruhi diri klien dan akhirnya memengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akan semakin tinggi.
f)         Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif.
7)        Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Head to toe menurut (Muttaqin, 2008)
a)        Tanda – tanda vital
Pada tanda – tanda vital ditemukan adanya peningkatan frekuensi pernapasan, tekanan darah meningkat, dan peningkatan nadi. (Muttaqin, 2008)
b)        Hidung
Sering menderita alergi serbuk sari, pilek, sesak nafas, bersin berulang.(Musliha, 2010)
c)        Mulut dan laring
Mual / muntah, nafsu makan menurun, ketidakmampuan untuk makan. (Wijaya dan Putri, 2013)

d)       Thorak
(1)      Paru :
Inspeksi        : Dada diinspeksi terutama postur bentuk dan   kesimetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, adanya peningkatan frekuensi pernapasan serta penggunaaan otot bantu pernapasan.  (Muttaqin, 2008)
Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding  inspirasi (Wijaya dan Putri, 2013).
Palpasi          : Pada palpasi ditemukan kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal. hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. (Muttaqin, 2008)
Auskultasi    : Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernapasan dan wheezing. (Muttaqin, 2008)
e)        Abdomen.
                 Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat merangsang serangan asma, pada klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena dipsnea saat makan, serta kecemasan yang dialami klien (Muttaqin, 2008).
f)  Ekskremitas.
                 Adanya edema, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. (Muttaqin, 2008)
Sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gelaja retensi karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardi dan pelebaran tekanan nadi (Wijaya dan Putri, 2013).
8)        Pemeriksaan Diagnostik. (Muttaqin, 2008)
a)    Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
b)   Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi san denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna bila meninmbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
c)    Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.

d)   Pemeriksaan Laboratorium
(1)     Analisis Gas Darah (AGD/Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
(2)     Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji terhadap beberapa antibiotik
(3)     Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung jenis sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
(4)     Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkatkan disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
e)    Pemeriksaan Radiologi
   Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, dan lain-lain.
       (Muttaqin, 2008)
   b. Diagnosa Keperawatan
1)        Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus, serta sekresi mukus yang kental.
2)        Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas.
3)        Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma menetap.
4)        Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
5)        Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
(Muttaqin, 2008)­



c. Intervensi Keperawatan
No.
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan
dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1)
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: bronkospasme, peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental) menurunnya energi / fatigue.

Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas kembali efektif
Kriteria Hasil
a)      Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
b)      Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
c)      Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-)
d)     Pernapasan klien normal (16 - 20 x / menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.

a)         Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum.

b)        Atur posisi semifowler.
c)         Ajarkan cara batuk efektif.


d)        Bantu klien latihan napas dalam.



e)         Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan.

f)         Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi dan fibrasi dada.
Kolaborasi pemberian obat
Bronkodilator golongan B2
g)      Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0.25 mg, fenoterol HBr 0.1% solution, orciprenaline sulfur 0.75 mg.


h)      Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 mg / kgBB.
i)        Agen mukolitik & espektoran.





j)        Kortikosteroid.

a)      karakteristik sputum dapat menunjukan berat ringannya obstruksi.
b)      Meningkatkan ekspansi dada.
c)      Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran sekret yang melekat di jalan napas.
d)     Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.
e)      Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.
f)       Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret



g)      Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkhus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.

h)      Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi jalan napas dapat optimal.
i)        Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan. Agen ekspektoran akan memudahkan sekret lepas dari perlengketan jalan napas.
j)        Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan rekasi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronkhus.
2)
Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas kembali efektif dalam waktu 2 x 24 jam.
Kriteria Hasil
a)      Menunjukan pola pernapasan efektif.
b)      Bunyi napas tambahan tidak ada.
c)      Tidak ada pengguaan otot bantu pernapasan.
d)     Napas pendek tidak ada.
e)      RR dalam batas normal (16x/menit-24x/menit)
f)       Ekspansi dada simetris
a)     Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada.

b)    Catat upaya pernapasan termasuk penggunaan otot bantu pernapasan.

c)     Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas dan catat adanya bunyi napas tambahan.
d)    Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi bpasien.
e)     Observasi pola batuk dan karaktek secret.
f)     Dorong/bantu pasien dalam napas dan latihan batuk.

Kolaborasi
g)    Berikan oksigen tambahan,berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer.
a)    Kecepatan biasanya mencapai kedalaman bervariasi tergantung derajat gagal napas.
b)   Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada.

c)    Bunyi napas menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan napas.

d)   Memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan.
e)    Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
f)    Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran secret yang melekat di jalan napas.

g)   Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas, memberikan kelembapan pada membrane mukosa dan membantu pengenceran secret.
3)
Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai O2, kerusakan alveoli.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
         Kriteria Hasil
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai dengan tingkat kemampuan / situasi klien.

a)      Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.

b)      Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.

c)      Palpasi fremitus.



d)     Awasi tingkat kesadaran / status mental.
          Kolaborasi
e)      Awasi / gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.


a)    Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan dan / kronisnya proses penyakit
b)   Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
c)    Penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpalan cairan atau udara terjebak.

d)   Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia

e)    Pada CO2 biasanya meningkat (bronchitis, emfisema) dan PaO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.
4)
Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil
Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.

a)      Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.

b)      Dorong penode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan.


c)      Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.


d)     Timbang berat badan sesuai indikasi.

Kolaborasi

e)      Konsul ahli gizi / nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang.

a)    Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat.
b)   Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan katori total.

c)    Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan diafragma dan dapat meningkatkan dispnea.
d)   Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

e)    Metode makan & kebutuhan kalori didasarkan pada situasi / kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien.
5)
Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
a)      Jelaskan tentang penyakit kepada Individu.

b)      Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
c)      Tunjukkan tehnik penggunaan inhaler
a)      Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
b)      Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan merugikan.
c)      Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifanya
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan berdasarkan Muttaqin (2008) , Wijaya & Putri (2013), Tanjung(2003)

 

BAB III
Asuhan Keperawatan
Nama Mahasiswa        : Muchammad Amru Shodiq
NIM                            : 11100075
Tanggal MRS              : 19 - 05 - 2014                                    Jam      : 14.30 WIB
Tanggal Pengkajian     : 20 - 05 - 2014                                    Jam      : 13.00 WIB
       I.            Identitas
Nama               : Ny. C
Umur               : 29 Tahun
No.Register     : 09.13.49.76
Agama             : Islam
Alamat            : Kapas, Sukomoro
Pendidikan      : SMP
Pekerjaan         : IRT
Tanggal MRS : 19-05-2014
Diagnosa Medis : Asma Bronkhiale
Penanggung    : BPJS
    II.            Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak
 III.            Riwayat Penyakit Sekarang
Oval: 42Pasien mengatakan kemarin tanggal 19-05-2014 jam 14.00 merasa sesak, seperti biasanya pasien langsung menghirup inhaler untuk meredakan sesaknya, namun kali ini tidak mengurangi sesak, dalam keadaan gelisah dan masih sadar penuh akhirnya pasien dilarikan ke Rumah Sakit dan mendapat terapi Nebulizer yang selanjutnya dipindahkan ke ruang perawatan Puspa Indah RSUD Nganjuk, di ruang perawatan sesak pasien sudah kambuh 2 x sampai hari ke-2 ini
 IV.            Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan mengalami sesak sejak 5 tahun yang lalu, dan sering keluar masuk rumah sakit karena keluhan yang sama, pasien mengatakan sesaknya kambuh-kambuhan tidak mempunyai riwayat infeksi atau sakit yang lainnnya
    V.            Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang mempunyai keluhan sesak seperti dirinya.
Genogram

 








Keterangan     :
                        : Laki - laki
                        : Perempuan
                        : Garis Keturunan
Gambar. 3.1 Genogram Ny. C pada tanggal 20 -5-2014 di ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk

 
 
                        : Menikah
                        : Meninggal
                        : Pasien
                        :Tinggal Serumah

 VI.            Pola Aktivitas Sehari-hari
1.      Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
-          Sebelum sakit  : pasien mengatakan kebersihan lingkungan dijaga sekedarnya
-          Saat sakit         : pasien mengatakan lingkungan tempat tidur perawatan pasien tampak kurang bersih dan kurang tertata
2.      Pola hubungan dan peran
-          Sebelum sakit :pasien sebelumnya dapat bekerja sebagai karyawan warung bakso
-          Saat sakit         : pasien kini tidak dapat bekerja karena kerap kali merasa sesak napas
3.      Pola persepsi dan konsep diri
-          Sebelum sakit  : pasien mengatakan tidak merasa minder dengan lingkungan sekitar
-          Saat sakit         : pasien mengatakan tidak merasa minder dengan sakitnya
4.      Pola penanggulangan stress
-          Sebelum sakit : pasien mengatakan tidak terlalu stress sebelum sakit
-          Saat sakit         : pasien mengatakan terkadang stress karena sakitnya, dan biasa pasien tidur untuk menanggulangi stressnya, pasien cemas dan terlihat menangis saat sesaknya kambuh


5.      Pola sensorik dan kognitif
-       Sebelum sakit : pasien mengatakan kurang begitu mengerti tentang sakitnya
-       Saat sakit         : pasien mengatakan mengerti sedikit tentang sakitnya dari perawat di rumah sakit, pasien menanyakan apakah sakitnya bisa disembuhkan
6.      Pola makan dan minum
-          Sebelum sakit : pasien makan 3x sehari dengan porsi sedang dan minum air putih 7 - 8 gelas / hari
-          Saat sakit         : pasien makan 3x sehari dengan porsi sedang dan minum air putih 7 - 8 gelas / hari, pasien alergi pada telur, daging ayam, ikan laut.
7.      Pola eliminasi
-          Sebelum sakit : pasien BAB 1x /hari dengan konsistensi lembek dan BAK sekitar 4-5x sehari dengan warna kuning jernih, bau khas amonia
-          Saat sakit          : pasien BAB 1x /hari dengan konsistensi lembek dan BAK sekitar 4-5x sehari dengan warna kuning jernih, bau khas amonia, pasien eliminasi dengan mandiri
8.      Pola istirahat tidur
pasien tidur siang dan tidur malam sekitar 8 - 9 jam sehari, namun terkadang sesaknya kambuh pada malam hari sehingga mengganggu tidur pasien
9.      Pola personal hygiene
-          Sebelum sakit  : pasien biasa mandi 2x / hari
-          Saat sakit         : pasien biasa mandi 2x / hari
VII.            Pemeriksaan Fisik
A.    Keadaan umum
KU lemah, kesadaran composmentis, GCS 4 - 5 - 6
B.     Tanda - tanda Vital
Tekanan darah      : 100/60 mmHg
Nadi                     : 88 x/menit
RR                        : 28x/menit
Suhu                     : 36,4oC
C.     Pemeriksaan head to toe
1)      Mata   
Inspeksi           : Konjungtiva merah muda, sklera putih, pergerakan bola mata simetris, ekspresi wajah pasien nampak gelisah
2)      Hidung
Inspeksi           : Terpasang oksigen masker, ada pernapasan cuping hidung
3)      Leher
Inspeksi           : Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada jaringan parut, tidak ada nyeri telan
Palpasi             : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
4)      Mulut
Inspeksi           : Mukosa bibir lembab, mulut dan lidah bersih, gigi bersih
5)      Thorak
Paru-paru
     Inspeksi : Terjadi retraksi otot-otot interkostalis, terjadi penggunaan otot bantu pernapasan (otot-otot abdomen), peningkatan frekuensi pernapasan (takipnea), batuk tidak efektif
Palpasi      :     Getaran vokal fremitus normal
     Perkusi      :   Sonor
     Auskultasi :    Terdapat whezzing pada RU dan LU paru, fase ekspirasi memanjang
Jantung
Inspeksi           : Dada simetris, tidak ada jejas
Palpasi             : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi            : Redup pada ICS II - V midklavikularis sinistra
Auskultasi       : Denyut jantung 88x/m, irama teratur, suara S1 S2 tunggal
6)      Abdomen
Inspeksi           : Perut simetris, terlihat jaringan lemak pada abdomen (buncit)
Palpasi             : Terdapat nyeri tekan pada regio 3-4
Perkusi            : Tympani
Auskultasi       : Bising usus 20x/m
7)      Ekskremitas
Inspeksi           : Pergerakan lambat
-          Ekskremitas atas
Inspeksi    : Pada tangan kanan terpasang infus
Palpasi      : Tidak ada nyeri tekan, CRT >2 detik, cyanosis
-          Ekskremitas bawah
   5      5
   5      5
 
Inspeksi    : Tidak terdapat odema
-          Kekuatan otot

8)      Integumen
Inspeksi           : Turgor kulit baik, mukosa bibir lembab, terdapat jaringan lemak
D.    Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan labiraturium Ny. C (pemeriksaan hematologi)
Ruang Puspa Indah tanggal 20-05-2014

Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
Leukosit
Jumlah Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW - SD
RDW - CV
PDW
MPV
P - LCR
PCT
6.82
4.44
13.0
37.6
84.7
29.3
34.6
310
40.1
13.3
9.5
9.4
19.3
0.29
10^3uL
10^6/uL
g/dL
%
fL
pg
g/L
10^3/uL
fL
%
fL
fL
%
%
3.80 - 10.60
4.40 - 6.00
13.2 - 17.3
40.0 - 52.0
80.0 - 100.0
26.0 - 34.0
32.0 - 36.0
150 - 400
37 - 54
11.0 - 15.0


Pemeriksaan labiraturium Ny. C (pemeriksaan serum)
Ruang Puspa Indah tanggal 20-05-2014
Test
Result
Normal Range
SGOT
SGPT
Glukosa acak
Ureum
Creatinin
Uric acid
16.6 u/L
23.8 u/L
74 mg/dl
16.2
0.26
5.7
0.0 - 35.0 u/L
0.0 - 45.0 u/L
0 - 140 mg/dl
15.0 - 40.0 mg/dl
0.51 - 0.95 mg/dl
2.4 - 5.7 mg/dl



VIII.            Penatalaksanaan
Tanggal 20-05-2014
-          Observasi TTV
-          Infus RL + Aminophilin 1 ampul 10ml (240mg) 4 tpm
-          Injeksi ceftriaxone 2 X 1 gram
-          Injeksi dhipenhidramine 3 x 50 mg
-          Oksigen masker 5 lpm












Analisa Data

Nama Pasien   : Ny. C
No. Register    : 09.13.49.76
Ruang              : Puspa Indah
Tanggal           : 20- 05 - 2014

Tabel 3.1 Analisa data Asuhan keperawatan Ny. C pada tanggal 20 -5-2014 di ruang          Puspa Indah RSUD Nganjuk
 
 


No
Data
Etiologi
Problem
1
Ds : Pasien mengeluh sesak
Pasien mengatakan alergi pada debu, asap, udara dingin, dan makanan tertentu(telur, ayam, ikan laut)
Do :
a.       Terdapat suara napas tamabahan (wheezing)
b.      Terjadi perubahan frekuensi pernapasan (28 x/mnt)
c.       Batuk tidak efektif
d.      Sekret sulit keluar
e.       Terdapat  sianosis
f.       Pasien tampak gelisah
52
 
TTV
TD               : 100/60 mmHg
Nadi                         : 88 x/menit
RR                :28x/menit
Suhu             : 36,4oC
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan

Ketidakefektifan bersihan jalan napas


No
Data
Etiologi
Problem
2
Ds : Pasien mengeluh sesak
Do : K/U lemah
a.  Terdapat retraksi otot-otot   interkostalis
b. Terjadi penggunaan otot bantu pernapasan (otot-otot abdomen),
c.  Terjadi peningkatan frekuensi pernapasan (Takipnea)
d.  Fase ekspirasi memanjang
e.  Terjadi pernapasan cuping hidung
TTV :  TD               : 100/60 mmHg
Nadi                 : 88 x/menit
RR                   : 28x/menit
Suhu                 : 36,4oC
Peningkatan kerja pernapasan

Ketidakefektifan pola napas



No
Data
Etiologi
53
 
Problem
3
Ds : pasien mengatakan sesaknya kambuh-kambuhan
Do :           
-          Pasien tidak tahu banyak tentang penyakit asma yang dideritanya dibuktikan dengan pasien menanyakan apakah sakitnya dapat disembuhkan
-          2 hari di ruang perawatan sesak kambuh 2 x
-          Lingkungan sekitar tempat tidur pasien tampak kurang tertata / kurang bersih
Kurangnya paparan informasi
Kekambuhan berulang



54
 
Diagnosa Keperawatan
(1)   Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental).
(2)   Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, dan ancaman gagal napas.
(3)   Kekambuhan berulang yang berhubungan dengan kurangnya paparan informasi tentang penyakit.












No.
Text Box: Perencanaan keperawatan
Tabel 3.2  Rencana Intervensi Asuhan keperawatan Ny. C pada tanggal 20 -5-2014 di ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk

Diagnosa
Keperawatan
Tujuan
dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1)
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan:, peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental)

Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas kembali efektif
Kriteria Hasil
e)      Tidak ada suara napas tambahan seperti wheezing
f)       Pernapasan klien normal (16 - 20 x / menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.

k)        Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas, mis: mengi, crackles, ronkhi.






l)          Kaji atau pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi  atau ekspirasi
m)      Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis : debu, asap dan bulu bantal yang berhubungn dengan kondisi individu
n)        Ajarkan batuk efektif


o)        Tingkatkan masukan cairan sampai 3000ml/ hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat.

p)        Atur posisi semifowler.
Kolaborasi pemberian obat
Bronkodilator golongan B2
q)      Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0.25 mg, fenoterol HBr 0.1% solution, orciprenaline sulfur 0.75 mg.

r)       Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 mg / kgBB.

s)       Agen mukolitik & espektoran.





t)       Kortikosteroid.

k)      Beberapa derajat spasme bronkhus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat atau tak dimanifestasikan adanya bunyi napas krackles basah ( bronchitis bunyi nafas teredup dengan ekpresi mengi ( empesema ), atau tak pedanya adanya bunyi napas ( napas berat )
l)        Pernapasan dapat merambat dan frekuensi ekspirasi memanjang di banding inspirasi.
m)    Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.

n)      Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran sekret yang melekat di jalan napas
o)      Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
p)      Meningkatkan ekspansi dada.


q)      Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkhus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.
r)       Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi jalan napas dapat optimal.

s)       Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan. Agen ekspektoran akan memudahkan sekret lepas dari perlengketan jalan napas.
t)       Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan rekasi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronkhus.
2)
Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas kembali efektif dalam waktu 2 x 24 jam.

Kriteria Hasil
g)      Menunjukan pola pernapasan efektif.
h)      Tidak ada pengguaan otot bantu pernapasan.
i)        RR dalam batas normal (16x/menit-24x/menit)
j)        Ekspansi dada simetris

h)    Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada.


i)      Catat upaya pernapasan termasuk penggunaan otot bantu pernapasan.
j)      Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas dan catat adanya bunyi napas tambahan.
k)    Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi pasien.
l)      Observasi pola batuk dan karaktek secret.
m)  Bantu pasien latihan napas dalam dan batuk efektif.


Kolaborasi
n)    Berikan oksigen tambahan,berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer.

h)   Kecepatan biasanya mencapai kedalaman bervariasi tergantung derajat gagal napas.

i)     Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
j)     Bunyi napas menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan napas.

k)   Memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan.
l)     Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
m) Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran secret yang melekat di jalan napas.


n)   Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas, memberikan kelembapan pada membrane mukosa dan membantu pengenceran secret.
3)
Kekambuhan berulang yang berhubungan dengan kurangnya paparan informasi tentang penyakit.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien lebih mengerti tentang penyakitnya dan program perawatan serta terapi yg diberikan
Kriteria hasil :
(a)   Menjelaskan kembali tentang penyakit.
(b)   Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas.
(c)   Terbebasnya lingkungan pasien dari hal-hal yang dapat membuat kambuh penyakit
(d)  Berkurangnya frekuensi kekambuhan
(a)    Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
(b)   Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi tentang klien
(c)    Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobatan
(d)   Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk  mencegah komplikasi
(e)    Anjurkan pasien dan keluarga memodifikasi lingkungan perawatan pasien agar terhindar dari hal - hal yang dapat menimbulkan kekambuhan pada pasien
   Kolaborasi
(f)    Kolaborasikan dengan tim gizi diet yang tepat untuk pasien
(a)    Mempermudah dalam memberikan penjelasan pada klien
(b)   Meningkatan pengetahuan dan mengurangi cemas


(c)    Mempermudah intervensi

(d)   Mencegah keparahan penyakit


(e)    Lingkungan perawatan perlu dihindarkan dari alergen-alergen yang dapat membuat sesak pasien kambuh
(f)    Diet yang tepat dapat menghindarkan pasien dari alergi makanan yang dapat membuat sesak paien kambuh

Implementasi
Tabel 3.3 Implementasi Asuhan Keperawatan Ny. C pada tanggal 20-5-2014 di ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk
Tanggal
No.Diagnosa
Keperawatan
Jam
Tindakan
Paraf
20 - 05 - 2014
I
13.30




13.30

13.30


13.40


13.45



13.55





14.00
1.    Mengauskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas dan mencatat adanya bunyi napas tambahan.
Hasil : terdapat wheezing pada     RU dan LU paru
2.    Memantau dan mencatat frekuensi pernapasan
Hasil : RR : 28 x/menit
3.    Mengatur posisi semifowler.
Hasil : pasien mengatakan lebih rileks meskipun masih merasakan sesak
4.    Memberikan oksigen masker 5 lpm
Hasil : pasien mengatakan lebih rileks, RR : 26 x/menit
5.      Mengajarkan pasien batuk efektif
Hasil : pasien tampak kooperatif dan mampu melakukan yang diinstruksikan perawat
6.    Menganjurkan keluarga untuk meminimalkan polusi lingkungan
Hasil : keluarga merapikan barang - barang yang dianggap dapat menimbulkan kambuhnya sesak pasien
7.    Nebulizer bisolvon + atroven bila kambuh


II
13.30



13.30


14.40


13.40



13.40


13.45
1.      Mengkaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada.
Hasil : RR :28 x /menit, terdapat retraksi otot-otot interkostalis
2.      Mencatat upaya pernapasan termasuk penggunaan otot bantu pernapasan.
Hasil : terdapat penggunaan otot-otot bantu pernapasan
3.      Meninggikan kepala dan bantu mengubah posisi pasien.
Hasil : pasien mengatakan lebih rileks
4.      Mengobservasi  pola batuk dan karaktek sekret.
Hasil : batuk tidak efektif, sekret putih kental dapat dikeluarkan
5.      Membantu pasien latihan napas dalam dan batuk efektif.
6.      Memberikan oksigen masker 5 lpm
Hasil : pasien mengatakan lebih rilek, RR : 26 x/menit
7.      Nebulizer bisolvon + atroven


III
13.50




13.50




13.50


13.55





14.30
1.      Mengkaji pengetahuan pasien tentang penyakit asma
Hasil : pasien tidak tahu banyak tentang asma, dibuktikan dengan pasien menanyakan apakah sakitnya dapat disembuhkan
2.      Menjelaskan seputar penyakit asma.
Hasil : pasien mengatakan mengerti dengan apa yang telah dijelaskan dan mengucapkan terimakasih
3.      Menjelaskan tentang program pengobatan
Hasil : pasien mengatakan terimakasih
4.      Menganjurkan keluarga memodifikasi lingkungan perawatan pasien
Hasil : keluarga merapikan barang - barang yang dianggap dapat menimbulkan kambuhnya sesak pasien
    Kolaborasi
5.      Mengkolaborasikan dengan tim gizi diet yang tepat untuk pasien


21 - 05 - 2014
I
08:00




08.00


08.10




08.20

1.      Mengauskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas dan mencatat adanya bunyi napas tambahan.
Hasil : terdapat wheezing pada     RU dan LU paru
2.    Memantau dan mencatat frekuensi pernapasan
Hasil : RR : 26 x/menit
3.    Menganjurkan keluarga untuk meminimalkan polusi lingkungan
Hasil : keluarga merapikan kembali barang - barang yang dianggap dapat menimbulkan kambuhnya sesak pasien
4.      Mengajarkan pasien batuk efektif
Hasil : pasien tampak kooperatif dan mampu melakukan yang diinstruksikan perawat
5.      Nebulizer bisolvon + atroven


II
08:00



08.00



08.10



08.20
1.      Mengkaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada.
Hasil : RR : 26 x /menit, terdapat retraksi otot-otot interkostalis
2.      Mencatat upaya pernapasan termasuk penggunaan otot bantu pernapasan.
Hasil : terdapat penggunaan otot-otot bantu pernapasan
3.      Mengobservasi  pola batuk dan karaktek sekret.
Hasil : batuk tidak efektif, sekret putih kental dapat dikeluarkan
4.      Nebulizer bisolvon + atroven


III
08:00



08.00


08.10


1.      Menjelaskan kembali seputar penyakit asma.
Hasil : pasien mengatakan mengerti dengan apa yang telah dijelaskan.
2.      Menjelaskan kembali tentang program pengobatan
Hasil : pasien mengatakan terimakasih
3.      Menganjurkan keluarga memodifikasi lingkungan perawatan pasien
Hasil : keluarga merapikan kembali barang - barang yang dianggap dapat menimbulkan kambuhnya sesak pasien

22 - 05 - 2014
I
08:00




08.00

08.10
1.      Mengauskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas dan mencatat adanya bunyi napas tambahan.
Hasil : terdapat wheezing pada     RU dan LU paru
2.      Memantau dan mencatat frekuensi pernapasan
Hasil : RR : 26 x/menit
3.      Nebulizer bisolvon + atroven


II
08:00



08.00



08.10


08.20
1.      Mengkaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada.
Hasil : RR : 26 x /menit, terdapat retraksi otot-otot interkostalis
2.      Mencatat upaya pernapasan termasuk penggunaan otot bantu pernapasan.
Hasil : terdapat penggunaan otot-otot bantu pernapasan
3.      Mengobservasi  pola batuk dan karaktek sekret.
Hasil : batuk tidak efektif, sekret putih kental dapat dikeluarkan
4.      Nebulizer bisolvon + atroven




Evaluasi
Tabel 3.4 Evaluasi Asuhan Keperawatan Ny. C pada tanggal 20, 21, 22 Mei 2014 di ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk
 
 


No.
Tanggal
Jam
Evaluasi
TTD
1
20 - 5 - 2014
18.30
S : Pasien mengatakan sesak berkurang daripada kemarin
O  :
-          Lingkungan perawatan pasien lebih bersih,  polusi minimal
-          Pasien dapat mendemonstrasikan batuk efektif
-          Sekret : putih kental, dapat dikeluarkan
-          Terdapat whezzing pada RU dan LU paru
TTV
TD               : 100/60 mmHg
Nadi                         : 120 x/menit
RR                : 26 x/menit
Suhu             : 36,4oC
A : masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1,2,5,6,7


2
18.30
S  : Pasien mengatakan sesak berkurang
O :
-          Terjadi takipnea
-          Terjadi penggunaan otot bantu pernapasan
-          Ekspansi dada simetris
TTV
TD                : 100/60 mmHg
Nadi                         : 120 x/menit
RR                :26 x/menit
Suhu             : 36,4oC
A :  Masalah teratasi sebagian
P  : lanjutkan intervensi 1,2,4,7

3

18.40
S  :      Pasien menanyakan apakah saiktnya dapat disembuhkan
O :
-          Pasien mengerti dengan apa yang dijelaskan oleh perawat
-          Lingkungan perawatan pasien tampak bersih dan terbebas dari hal-hal yang dapat membuat kambuh sesak pasien

TTV
TD                : 100/60 mmHg
Nadi                         : 120 x/menit
RR                : 26 x/menit
Suhu             : 36,4oC
A :  Masalah teratasi sebagian
P  : lanjutkan intervensi 1,3,4













Evaluasi
No.
Tanggal
Jam
Evaluasi
TTD
1
21 - 5 - 2014
08.00
S : Pasien mengatakan sesak berkurang daripada kemarin
O  :
-          Lingkungan perawatan pasien lebih bersih,  polusi minimal
-          Pasien dapat mendemonstrasikan batuk efektif
-          Sekret : putih kental, dapat dikeluarkan
-          Terdapat whezzing pada RU dan LU paru
TTV
TD               : 100/60 mmHg
Nadi                         : 120 x/menit
RR                : 26 x/menit
Suhu             : 36,4oC
A : Masalah teratasi sebagian
P :  Lanjutkan intervensi 1,2,5



2
08.00
S  : Pasien mengatakan sesak berkurang
O :
-          Terjadi takipnea
-          Terjadi penggunaan otot bantu pernapasan
-          Ekspansi dada simetris
TTV
TD                : 100/60 mmHg
Nadi                         : 120 x/menit
RR                :26 x/menit
Suhu             : 36,4oC
A :  Masalah teratasi sebagian
P  : lanjutkan intervensi 1,2,4,7

3
08.00
S  :  pasien mengatakan lebih mengerti tentang asma
O :
-          Pasien mengerti dengan apa yang dijelaskan oleh perawat
-          Lingkungan perawatan pasien tampak bersih dan terbebas dari hal-hal yang dapat membuat kambuh sesak pasien
TTV
TD                : 100/60 mmHg
Nadi                         : 120 x/menit
RR                : 26 x/menit
Suhu             : 36,4oC
A :  Masalah teratasi
P  : hentikan intervensi














Evaluasi
No.
Tanggal
Jam
Evaluasi
TTD
1
22 - 5 - 2014
08.00
S : Pasien mengatakan sesak berkurang daripada kemarin
O  :
-          Lingkungan perawatan pasien lebih bersih,  polusi minimal
-          Pasien dapat mendemonstrasikan batuk efektif
-          Sekret : putih kental, dapat dikeluarkan
-          Terdapat whezzing pada RU dan LU paru
TTV
TD               : 110/60 mmHg
Nadi                         : 100 x/menit
RR                : 26 x/menit
Suhu             : 36,4oC
A : masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1,2,5



2
08.00
S  : Pasien mengatakan sesak berkurang
O :
-          Terjadi takipnea
-          Terjadi penggunaan otot bantu pernapasan
-          Ekspansi dada simetris
TTV
TD                : 110/60 mmHg
Nadi                         : 100 x/menit
RR                : 26 x/menit
Suhu             : 36,4oC
A :  Masalah teratasi sebagian
P  : lanjutkan intervensi 1,2,4,7









BAB IV
PEMBAHASAN
            Pada pembahasan kasus ini penulis akan menguraikan kesenjangan yang ditemukan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus nyata yang dilaksanakan penulis dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny. C  yang dimulai pada tanggal 20 - 22 Mei 2014, sehingga dapat diketahui sejauh mana keberhasilan proses asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan. Dengan mempelajari tinjauan pustaka tentang Asma Bronkhial dan konsep asuhan keperawatan pasien dewasa dengan Asma Bronkhial, maka penulis menjadikan dasar teori tersebut untuk diterapkan dalam melaksanakan asuhan keperawatan Ny. C (29 Tahun) dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada asma bronkhial di ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk. Kesenjangan tersebut terlihat dari aspek-aspek tahapan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, dan implementasi sampai pada tahap evaluasi keperawatan, pada kenyataannya ditemukan adanya kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus nyata pada asuhan keperawatan yang dilaksanakan.
A.    Pengkajian    
1.      Riwayat penyakit sekarang
Oval: 78Pada kasus Ny. C pasien merasa sesak, seperti biasanya pasien langsung menghirup inhaler untuk meredakan sesaknya, namun kali ini tidak mengurangi sesak, dalam keadaan gelisah dan masih sadar penuh akhirnya pasien dilarikan ke Rumah Sakit. Sedangakan menurut Muttaqin (2008) Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah. Berdasarkan kedua pernyataan ketidaksesuaian pada teori dan kasus yaitu pada teori adalah gangguan kesadaran tidak ditemukan pada kasus, hal itu disebabkan saat kambuh klien telah menghirup inhaler untuk memperingan sesak yang selama ini dideritanya kendati kali ini tidak semempan kekambuhan sebelumnya namun mampu menahan pasien untuk tidak sampai mengalami gangguan kesadaran, sehingga dapat dilarikan ke Rumah Sakit dalam keadaan sadar penuh.
2.      Riwayat penyakit dahulu
Pada kasus Ny. C pasien mengalami Pasien mengatakan sering mengalami sesak sejak 5 tahun yang lalu, dan sering keluar masuk rumah sakit karena keluhan yang sama, tidak mempunyai riwayat infeksi atau sakit yang lainnnya. Sedangkan menurut Muttaqin (2008) pada pengkajian riwayat penyakit dahulu, penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Dalam kasus ini tidak ditemukan riwayat infeksi pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung sebelumnya. Hal ini dapat dikarenakan asma yang diderita pasien murni dicetuskan oleh alergen - alergen yang didapat pasien dari lingkungan sekitarnya.
3.      Riwayat penyakit keluarga
Pada kasus Ny. C keluarganya tidak ada yang mempunyai keluhan sesak seperti pasien. Pada tinjauan teori menurut Hood Alsagaf pada Muttaqin (2008), pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Hal ini disebabkan asma yang diderita pasien lebih dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar yang dapat memicu alergi pencetus asma.
4.      Pemeriksaan fisik
a.       Tanda - tanda Vital
Pada kasus Ny. C ditemukan peningkatan frekuensi pernapasan namun tidak ditemukan peningkatan tekanan darah dan nadi, sedangkan menurut tinjauan teori pada tanda – tanda vital ditemukan adanya peningkatan frekuensi pernapasan, tekanan darah meningkat, dan peningkatan nadi. Sehingga tidak terjadi kesesuaian antara fakta dan teori. Hal ini terjadi karena saat pengkajian pasien tidak dalam keadaan kambuh, meskipun keadaan saat itu pasien terdapat sesak dibuktikan dengan terkajinya frekuensi pernapasan yang meningkat.


b.      Mulut dan Laring
Pada kasus Ny. C pasien mampu makan 3x sehari dengan porsi sedang dan minum air putih 7 - 8 gelas / hari, meskipun terdapat penurunan nafsu makan menurut anamnesa pasien. Sedangkan menurut tinjauan teori (Wijaya dan Putri, 2013) pada pemeriksaan mulut dan laring terdapat mual / muntah, nafsu makan menurun, ketidakmampuan untuk makan. Sehingga terjadi ketidaksesuaian antara fakta dan teori, hal ini dikarenakan pasien mampu mentoleransi sesak yang dialaminya dalam hal kemampuan untuk makan, dibuktikan dengan tampilan fisik pasien yang tampak gemuk.
c.       Ekskremitas
Pada Ny. C hanya ditemukan berkeringat saja, sedangkan menurut tinjauan teori pada pemeriksaan ekskremitas, adanya edema, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. (Muttaqin, 2008). Sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gelaja retensi karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardi dan pelebaran tekanan nadi (Wijaya dan Putri, 2013). Terjadi ketidaksesuaian antara fakta dan teori, hal ini dikarenakan saat pengkajian pasien tidak dalam keadaan kambuh, sehingga tidak ditemukan tanda-tanda sebanyak yang dijelaskan pada teori.


d.      Pemeriksaan diagnostik
Pada kasus Ny. C hanya dilakukan pemeriksaan hematologi saja, sedangkan menurut tinjauan teori terdapat beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang penegakan diagnostik pada asma. Terjadi ketidaksesuaian antara fakta dan teori. Hal ini dapat dikarenakan keterbatasan alat yang dimiliki Rumah Sakit sehingga pemeriksaan-pemeriksaan yang lain menurut teori tidak dilakukan.
B.     Diagnosa Keperawatan
Pada pasien Ny. C (29 Tahun) dengan Asma Bronkhial muncul masalah keperawatan sebagai berikut :
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental). Diagnosa ini muncul pada Ny. C ditandai adanya retraksi otot-otot interkostalis, terdapat penggunaan otot bantu pernapasan, terdapat whezzing, batuk tidak efektif. Menurut teori bersihan jalan napas ditandai dengan batuk tidak efektif atau tidak ada, tidak mampu mengeluarkan sekresi di jalan napas, suara napas menunjukkan adanya sumbatan, dan jumlah, irama, kedalaman pernapasan tidak normal.
2.      Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas. Diagnosa ini muncul pada Ny. C ditandai dengan retraksi otot-otot   interkostalis, terjadi penggunaan otot bantu pernapasan, terjadi peningkatan frekuensi pernapasan, terjadi pernapasan cuping hidung. Menurut teori perubahan pola napas ditandai oleh perubahan pola napas seperti dyspnea.
3.      Kekambuhan berulang berhubungan dengan kurangnnya paparan informasi tentang penyakit. Pada kasus Ny. C ditemukan adanya tanda-tanda antara lain pasien mengatakan sesaknya kambuh-kambuhan, lalu pasien tidak tahu banyak tentang penyakit asma yang dideritanya dibuktikan dengan pasien menanyakan apakah sakitnya dapat disembuhkan, 2 hari di ruang perawatan sesak pasien sudah kambuh 2 x dan lingkungan tempat tidur perawatan pasien tampak kurang bersih. Namun menurut tinjauan teori asma bronkhial diagnosa ini tidak muncul. Tapi berdasarkan temuan - temuan yang didapatkan dalam pengkajian yang sudah dijelaskan di atas oleh karenanya penulis mengangkat diagnosa kekambuhan berulang tersebut.
C.    Perencanaan
Pada perencanaan yang dibuat untuk Ny. C yang tidak dilakukan pada pelaksanaan yaitu
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental). Perencanaan yang tidak dilakukan yaitu fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi dan fibrasi dada. Hal ini dikarenakan pasien menolak untuk dilakukan intervensi tersebut


D.    Pelaksanaan
Pelaksanaan yang dilakukan pada Ny. C dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan yang dialami oleh pasien. Menurut teori jalan napas memiliki otot polos hipertrofi yang berkontraksi selama serangan, menyebabkan bronkokonsrtiksi. Di samping itu, terdapat hipertrofi kelenjar mukosa, edema dinding bronkial, dan infiltrasi ekstensif oleh eosinofil dan limfosit. Mukus bertambah jumlahnya dan abnormal menjadi kental, kenyal, dan bergerak lambat. Pada kasus yang berat, banyak jalan napas yang tersumbat oleh sumbatan mukus, mungkin sebagian dibatukan dalam sputum. Sputum tersebut khasnya sedikit dan putih. Oleh karena itu diperlukan penanganan segera. Pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan karena dapat mempercepat proses penyembuhan.
E.     Evaluasi
Evaluasi pada pasien Ny. C (29 Tahun) dengan Asma Bronkhial dengan diagnosa keperawatan :
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental). Diagnosa ini muncul pada Ny. C ditandai adanya retraksi otot-otot interkostalis, terdapat dyspnea, terdapat penggunaan otot bantu pernapasan, terdapat whezzing. Diagnosa keperawatan ini teratasi sebagian karena Ny. C. Menurut teori diagnosa ini dapat teratasi dalam waktu 3 x 24 jam ditandai dengan tidak ada suara napas tambahan seperti wheezing, pernapasan klien normal (16 - 20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu pernapasan. Tidak terjadi kesesuaian antara fakta dan teori karena pasien masih mengeluhkan sesak meskipun tidak separah sebelumnya.
2.      Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, dan ancaman gagal napas. Diagnosa ini muncul pada Ny. C ditandai adanya retraksi otot-otot interkostalis, terdapat dyspnea, ekspresi wajah pasien nampak menahan sesak. Menurut teori diagnosa ini dapat teratasi dalam waktu 2 x 24 jam ditandai dengan efektifnya pola napas, tidak adanya bunyi napas tambahan, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, napas pendek tidak ada, pernapasan klien normal (16 - 20x/menit), ekspansi dada simetris. Diagnosa keperawatan ini teratasi sebagian karena Ny. C masih mengeluhkan sesak meskipun wheezing hampir tidak terdengar dan separah sebelumnya.
3.      Kekambuhan berulang berhubungan dengan kurangnya paparan informasi tentang penyakit ditandai dengan pasien mengatakan sesaknya kambuh-kambuhan, lalu pasien tidak tahu banyak tentang penyakit asma yang dideritanya dibuktikan dengan pasien menanyakan apakah sakitnya dapat disembuhkan, 2 hari di ruang perawatan sesak pasien sudah kambuh 2x dan lingkungan tempat tidur perawatan pasien tampak kurang bersih. Menurut teori diagnosa ini dapat teratasi dalam waktu 3 x 24 jam ditandai dengan pasien dapat menjelaskan kembali tentang penyakit mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan, terbebasnya lingkungan pasien dari hal-hal yang dapat membuat kambuh penyakit, berkurangnya frekuensi kekambuhan. Diagnosa keperawatan ini teratasi karena kriteria hasil terpebuhi.
















BAB V
PENUTUP

Setelah menguraikan pembahasan dan kasus pasien asma bronkhial di Puspa Indah RSUD Nganjuk tanggal 20 - 22 Mei 2014, maka pada bab ini dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:
A.    Kesimpulan
1.      Pengkajian
Ny. C (29 Tahun) dengan keluhan sesak,  keadaan umum lemah, kesadaran composmentis dan dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya retraksi otot-otot interkostalis, penggunaan otot bantu pernapasan, dan terdengar whezzing.
2.      Diagnosa Keperawatan
Didapatkan 2 diagnosa keperawatan 1 diagnosa keperawatan pada hari ke-2 pada Ny. C (29 Tahun) pada kasus asma bronkhial yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental)  sebagai diagnosa prioritas, Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, dan ancaman gagal napas sebagai diagnosa yang kedua, dan kekambuhan berulang berhubungan dengan kurangnya paparan informasi tentang penyakit sebagai diagnosa yang ketiga.


Oval: 87
 
3.      Perecanaan Keperawatan
Perencanaan dilakukan pada Ny. C dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan yang dialami oleh pasien.
4.      Tindakan Keperawatan
Pelaksanaan yang dilakukan pada Ny. C dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan yang dialami oleh pasien.
5.      Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dan pelaksanaan keperawatan disesuaikan dengan kondisi pasien dan pencapaian dari kriteria hasil yang ditetapkan.
a.       Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: bronkospasme, peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental). Dalam waktu 3 x 24 jam diagnosa keperawatan ini teratasi sebagian.
b.      Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas. Dalam waktu 2 x 24 jam diagnosa keperawatan ini teratasi sebagian.
c.       Kekambuhan berulang berhubungan dengan kurangnya paparan informasi tentang penyakit. Dalam waktu 3 x 24 jam diagnosa keperawatan ini dapat teratasi.




B.     Saran
Berdasarkan dari simpulan diatas maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:
1.      Rumah Sakit
a.       Selalu bekerja sama dengan tim kesehatan atau pihak terkait lainnya guna memberikan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan standar pelayanan kesehatan.
b.      Melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang pelayanan kesehatan, khususnya pada pasien dengan gastroenteritis.
c.       Memberikan pelayanan kesehatan secara profesionalisme tanpa memandang status pasien.
2.      Sesama Profesi
a.       Perawat hendaknya melakukan pendekatan dengan baik kepada pasien dan keluarga sehubungan data yang didapatkan betul-betul akurat dan mampu mengidentifikasi serta menemukan masalah keperawatan yang dialami pasien.
b.      Dalam mengidentifikasi masalah yang muncul pada pasien, hendaknya berfokus pada masalah yang bersifat urgen, lalu mengatasi masalah yang bersifat resiko.
c.       Dalam melaksanakan asuhan keperawatan diharapkan perawat melaksanakan tindakan sesuai kondisi pasien dan berdasarkan teori yang ada.
d.      Pendokumentasian hendaknya dilakukan perawat sesuai protap yang telah dilakukan sehingga ada pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan yang diberikan kepada pasien.
3.      Studi kasus selanjutnya
a.       Meningkatkan kemampuan dan pemahaman tentang masalah asma bronkhial dan dapat menerapkannya dalam asuhan keperawatan
b.      Memberikan asuhan keperawatan pada asma bronkhial secara komperhensif
4.      Pasien dan keluarga
Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit asma bronkhial. Sehingga pasien dan keluarga mengetahui cara mencegah kambuhnya asma bronkhial.









 
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jakarta, 2008. Diagnosis dan Tata Laksana Asma Bronkhial. http://google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&sqi=2&ved=0CCsQFjAA&url=http%3A%2F%2Findonesia.digitaljournals.org. Tanggal 10 Desember 2012. Jam 18.40 WIB.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
                          dan Uliyah, Musrifatul. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya : Health Books Publising
Jurnal Respirologi Asma, 2011. Editorial Epidemologi Asma. http://jurnalrespirologi.org/editorial-epidemiology-of-asthma/
          Tanggal 21 Agustus 2013. Jam 09.00 WIB
Musliha, 2010. Keperawatan Gawat Darurat : Plus Contoh ASKEP dengan Pendekatan NANDA, NIC, NOC. Yogyakarta : Nuha Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernapasan. Jakarta:    EGC.
Nursalam. 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Prasetyo,  Budi. 2010. Seputar Masalah ASMA.Yogyakarta : DIVA Press
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah , Edisi 8. Jakarta : EGC.
Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Tanjung, Dudut. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkhial. http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf . Tanggal 3 Desember 2012. Jam 19.30 WIB.
Wijaya, Andra Saferi dan Putri, Yessi Mariza. 2013. Keperawatan Medikal Bedah : Keperawatan Dewasa Teori dan Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan NANDA NIC NOC
91
 
          Jakarta : EGC
Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth,
Calon Responden
Di Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk
Dengan hormat,
            Untuk memenuhi persyaratan tugas akhir Diploma III Keperawatan, penulis yang bernama Muchammad Amru Shodiq Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Satria Bhakti Nganjuk, bermaksud akan melaksanakan Studi Kasus dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN Ny. C  ( usia 29 tahun ) DENGAN BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF PADA ASMA BRONKHIAL DI RUANG PUSPA INDAH RSUD NGANJUK.
            Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis mengharapkan kesediaan saudara / saudari untuk bersedia menjadi responden dalam Studi Kasus yang penulis lakukan sesuai petunjuk dan apa adanya. Untuk kerahasiaan identitas dan informasi yang saudara / saudari berikan, penulis akan jamin semua untuk kepentingan Studi Kasus ini.
            Demikian permohonan penulis, atas perhatian dan kesediaan saudara / saudari saya ucapkan terima kasih.
Nganjuk,  14 Agustus 2014
Hormat saya 

Penulis
Lampiran 2
INFORMED CONSENT
            Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia ikut berpartisipasi sebagai responden dalam Studi Kasus atas nama Muchammad Amru Shodiq Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Prodi Diploma III Keperawatan Satria Bhakti Nganjuk.
            Tanda tangan saya menunjukkan bahwa saya telah diberikan informasi mengenai tujuan dan manfaat di dalam penulisan ini, sehingga saya bersedia untuk berpartisipasi dalam Studi Kasus ini.

Nganjuk,               Mei 2014
Responden



 






1 komentar:

  1. Merkur 23c (2590) - XN-O80B910a26eepc81il5g.online
    Merkur 바카라 23c (2590) 메리트 카지노 고객센터 - 샌즈카지노 XN-O80B910a26eepc81il5g.Online. Rating. 5 · ‎3 reviews

    BalasHapus